"Pi, tau surah Al waqiah gak??" tanyanya polos.
Aku yang sedang kerja berusaha tetap fokus namun tetap sebisa mungkin menanggapinya.
"Tau," jawabku judes.
"Hmm, yang mana sih?" tanyanya sambil senyam-senyum, "Panjang-panjang gak pi??"
Aku sedikit merasa risih dengan keberadaannya, bukan tanpa alasan, ia biasa dipanggil ua. Aku menghormatinya, namun karena sikapnya yang cuek, tukang tidur (nyuri waktu kerja), pengkritik membuatku dan orang-orang agak sebal dengannya.
Aku menoleh hendak marah. Tampangnya yang kali ini serius memadamkan rasa kesalku.
"Tumben," selidikku.
Ia nyengir kuda.
"Kenapa emang??" tanyaku dengan suara melembut.
Bukannya menjawab ia malah balik bertanya, "Yang mana pi??"
"Lihat di Qur'an," jawabku sekenanya.
Ia terdiam, aku merasa bersalah.
"Ua mau lihat digitalnya??? ini aku ada." Tawarku
Ia mengangguk bersemangat.
"Ini." Tunjukku. Aku memundurkan badan demi melihatnya meneliti huruf demi huruf dalam Al Qur'an digital tersebut.
"Bisa diprint gak?"
Aku mengiyakan.
"Buat apa sih Ua??"
Ia tak menjawab.
"Kalau hari jum'at sunahnya baca surat Al kahfi." Ucapku.
Ia membaca huruf per huruf hasil print-an.
Aku mendesah sebal karena merasa diacuhkan.
"Buat diamalin." Katanya.
"Tiap malam ua, bacanya sama Al Mulk juga." kataku tetap semangat memberi tahu.
"Iya." balasnya sekenanya.
"Kalau jum'at surah Al Kahfi ua, ada hadistnya tau, nanti pahalanya kita dijaga didua jum'at kalau gak salah sih gitu." jelasku panjang lebar.
Ia tak bergeming dengan mimik berpikir.
"Pi, Ua mah yang penting bacanya, ngamalin, belajar mendekatkan diri, masalah pahala itu mah urusan Allah,"
Aku tercengang dengan jawabannya, tidak menyangka kata-kata itu keluar dari pria ter-rese no 1 ini.
Aku memaku, mulai menilai diri sendiri.
Aku tersentak, lalu ibadahku??
Aku malu, betapa tulusnya pria ini meski dimata orang-orang begitu menyebalkan.
Aku malu.
Ia berlalu, dan aku masih memaku-malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar